Jumat, 05 Mei 2017

MANAJEMEN PESERTA DIDIK oleh DIDIK AWALUDIN


MANAJEMEN PESERTA DIDIK
MAKALAH INI DIBUAT UNTUK BAHAN DISKUSI KELAS
DALAM MATA KULIAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
       
DOSEN PEMBIMBING
Dr. EDY JUNAEDI SASTRADIHARJA M.Pd
DISUSUN OLEH :

- DIDIK AWALUDIN

- ANDI ABDURAHMAN

PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT PTIQ JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017



KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaaniraahiim Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, kelurga dan para sahabatnya yang telah membawa dan menolong umat manusia dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.
Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT, penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini, sebagai tugas pada mata kuliah Manajemen Pendidikan Islam.
Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Edy Junaedi Sastradiharja,M.Pd yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima segala masukan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta Mei 2017

Penulis











A.        Pendahuluan
Peserta didik tak ubahnya seperti anak sendiri bagi pendidik. Hal ini yang menjadikan pendidik harus memperhatikan peserta didik dalam segala hal, karena anak merupakan amanah dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6). Ayat ini menunjukkan bahwa sebagai orang tua/pendidik harus menjaga keluarganya dari api neraka dengan berbagai cara pendidikan yang bagus sehingga dapat menghindarkan anak/peserta didiknya dari api neraka. Pada pendidikan antara pendidik dan peserta didik memang tidak dapat dipisahkan dan keduanya saling ada keterkaitan, karena keduanya merupakan manusia yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidik selaku orang tua kedua bagi peserta didik di sekolah tentunya sangat mengharapkan kepada peserta didiknya untuk menjadi manusia yang berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa. Cita-cita luhur ini tidak mudah untuk mencapainya, oleh karena itu sangat diperlukan pengorbanan dan perjuangan yang tulus dan ikhlas dari para pendidik. Selain itu, perlu adanya manajemen peserta didik yang efektif dan efisien, sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi fisik,kecerdasan intelektual,sosial,emosional,dankejiwaan peserta didik.

B.        Pengertian Peserta Didik
Manajemen peserta didik berasal dari gabungan kata “manajemen” dan “peserta didik”.Dalam makna bahasa, manajemen berarti ketatalaksanaan dan tata pimpinan.[1] Selain itumanajemen juga berarti kepemimpinan terhadap suatu kelompok guna mencapai tujuan.[2] Sedangkan dalam makna teoritik, manajemen berarti ilmu atau seni mengatur pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.Lebih luas lagi, Burhanuddin dengan mengutip pendapat Harold Kontz mendefinisikan manajemen sebagai usaha pencapaian tujuan yang diinginkan dengan membangun suatu lingkungan yang kondusif terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam sebuah kelompok yang terorganisir.[3]
Menurut Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto(1982), pengelolaan peserta didik adalahmerupakan suatu penataan atau pengaturan  segala aktivitas yang berkaitan dengan peserta didik, yaitu dari mulai masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut darI suatu sekolah atau suatu lembaga.
            Jadi, Manajemen peserta didikadalah suatu pengaturan terhadap peserta didik disekolah,sejak peserta didik masuk sampai dengan peserta didik lulus,bahkan menjadi alumni.Bidang kajian manajemen peserta didik, sebenarnya meliputi; perencanaan kebutuhan peserta didik, rekruitmen peserta didik, seleksi peserta didik, orientasi, penempatan peserta didik, pembinaan dan pengembangan peserta didik, pencatatan dan pelaporan, serta kelulusan dan alumni.
            Peserta didik dalam pemaknaan regulasi kependidikan adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sebutan “peserta didik” tersebut, diberikan kepada: 1) peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dengan satuan pendidikan yang meliputi SD, MIatau bentuk lain yang sederajat serta pendidikan dasar lanjutan yang berbentuk SMP dan MTs,atau bentuk lain yang sederajat; 2) peserta didik pada jenjang Pendidikan menengah, dengan satuan pendidikan yang meliputi SMA, SMK, dan MA. Pada jenjang pendidikan Tinggi peserta didik disebut dengan “mahasiswa”.Meskipun demikian, ketika dikaitkan dengan Hak untuk mendapatkan layanan pendidikan agama, maka semua peserta didik di setiap satuan pendidikan, baik dalam jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, pada jalur pendidikan formal dan nonformal, disebut dengan sebutan “peserta didik”.
            Selain itu, peserta didik yang menuntut ilmu di pesantren disebut dengan santri. Sebutan santri bersifat umum bagi seluruh peserta didik pesantren,tidak dibatasi dengan usia, jenjang pendidikan dan jenis kelamin mereka.Demikian pula sebutan santri tidak mengikat pada tempat tinggal peserta didik. Seluruh peserta didik yang menuntut ilmu agama untuk memperbaiki pengetahuan dan perilaku mereka yang kelak ditularkan pada orang lain, mereka dinamakan santri.[4]
C.  Hakikat pendidikan islam
Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan  serta perkembangan fitrah anak didik tidak mempelajari islam kearah maksimal pertumbuhan da perkembangannya.
Dalam pendidikan formal kepala sekolah dapat berperan sebagai administrator, manajer, dan supervisor. Ini berarti organisasi sekolah melaksanakan administrasi, manajemen, dan supervise. Begitu pula halnya dengan organisasi-organisasi lain pada hakikatnya melaksanakan ketiga aktivitas tersebut. Keluarga misalnya adalah organisasi yang melaksanakan administrasi yaitu suatu aktivitas yang mengupayakan kesejahteraan keluarga lahir batin, termasuk memberi pendidikan kepada anak-anak mereka. Keluarga juga melakukan manajemen pendidikan tatkala mereka memikirkan buku-buku apa saja yang perlu disediakan bagi anak-anak, permainan-permainan macam mana yang baik, bagaimana cara mendisiplinkan anak, dan sebagainya. Dan dalam proses pendidikan itu silih berganti bapak dan ibu melakukan supervise. Ibu akan menjadi supervisor dalam memperingati bapak yang salah mendidik putranya, sebaliknya bapak akan menjadi supervisor dalam membina istri tentang cara mendidik putra.[5]
Pendidikan, secara teoritis mengandung arti “member makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan sebagai “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak dalam keyakinan atau keimanan, ilmu pengetahuan, akhlak, dan pengalaman.

D.  Tujuan Dan Fungsi Manajemen Peserta Didik
            Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memeberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan hadist (Sunnah Rasulullah).
Dalam pendidikan Islam, Sunah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu :
  1. Menjelaskan system pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. 
  2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasullullah bersama sahabat.
Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa’Id Ismail Ali sebagaimana dikutip langgulung terdiri dari 6 macam, yaitu; Al-Qur’an, sunnah,qaul al-shahabat, masail al mursalah.’urf, dan pemikiran hasil ijtihad intelektual Islam. Selain itu, tujuannya yakni terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif sehingga akan dihasilkan proses pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik dan juga pendidik. Tidak hanya itu, tujuan ini juga meliputi identifikasi kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dalam perencanaan. Jadi segala sesuatu yang sifatnya demikian juga akan diidentifikasi dengan dilakukannya manajemen pendidikan.
Tujuan lainnya yaitu terciptanya peserta didik yang aktif dalam pengembangan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Dengan demikian, anak tersebut akan bermanfaat di masyarakat, bangsa, dan negara. Maka, manajemen pendidikan penting untuk dilaksanakan.
            Mula-mula fungsi manajemen banyak ragamnya seperti: merencanakan, mengorganisasi, menyusun staf, mengarahkan, mengkoordinasi,  mengontrol, mencatat dan melaporkan, dan menyusun anggaran belanja. Kemudian di buat menjadi lebih sederhana sehingga terdiri dari merencanakan, mengorganisasi, member komando, mengkoordinasi, dan mengontrol. Selanjutnya Hersey hanya menyebutkan 4 fungsi saja yaitu : merencanakan, mengorganisasi, memotivasi, dan mengontrol.
            fungsi manajemen pendidikan  sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Menurut Terry pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
3. Fungsi Pengarahan (directing)
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pengajar  yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan pengajaran guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

E.  Prinsip Manajemen Peserta Didik
   Yang dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanage peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut :
1  Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau mendukung terhadap tujuan manajemen secara keseluruhan. Ambisi sektoral manajemen peserta didikB tetap ditempatkan dalam kerangka manajemen sekolah. Ia tidak boleh ditempatkan di luar sistem manajemen sekolah.
2  Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya.
3  Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik, tidak diarahkan bagi munculnya konflik di antara mereka melainkan justru mempersatukan dan saling memahami dan menghargai.
4  Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik. Oleh karena membimbing, haruslah terdapat ketersediaan dari pihak yang dibimbing. Ialah peserta didik sendiri. Tidak mungkin pembimbingan demikian akan terlaksana dengan baik manakala terdapat keengganan dari peserta didik sendiri.
5  Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian demikian akan bermanfaat bagi peserta didik tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat. Ini mengandung arti bahwa ketergantungan peserta didik haruslah sedikit demi sedikit dihilangkan melalui kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik.
6  Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.[6]

F.   Pendekatan Manajemen Peserta Didik
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, guru perlu melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, menentukan strategi, pemilihan materi dan metode pembelajaran, sampai pada penilaian. Serangkaian kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut sering disebut dengan pendekatan  yang dilakukan oleh guru atau pendekatan pembelajaran.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendekatan adalah proses, cara perbuatan mendekati. Sedangkan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[7]
            Dengan demikian dapat disimpulkan pendekatan guru adalah proses, cara atau perbuatan mendekati yang dilakukan seorang guru kepada peserta didik untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, pandangan guru terhadap siswa akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai siswa, hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Guru yang memandang siswa sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang siswa sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal, maka sangat penting meluruskan kekeliruan dalam memandang setiap siswa, dalam memandang siswa sebaiknya dipandang bahwa setiap siswa mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, sehingga guru dapat dengan mudah melakukan pendekatan pengajaran.[8] Sedangkan pendekatan pembelajaran menurut Syaiful Sagala merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional, pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait  satu dengan yang lainnya  dalam tingkatan kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.[9]
1.         Macam-Macam Pendekatan Guru dalam Pembelajaran
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Cara guru melakukan sesuatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. E. Mulyasa mengungkapkan  lima pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu: [10]
  1. Pendekatan kompetensi
Kompetensi menunjukkan kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan. Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran, kompetensi menunjukkan kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan kompetensi merupakan indikator yang menunjukkan kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaanya secara utuh. Paling tidak terdapat empat teoritis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi.
2.   Pendekatan lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungan.
Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti siswa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa-apa yang ada di lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini siswa dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang dihadapi.
3.   Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga para siswa  mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
4.   Pendekatan tematik
Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan terpadu.
Pendekatan tematik atau pendekatan terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menyatupadukan serangakaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
5.   Pendekatan individu
Dalam sebuah ruangan kelas terdapat berbagai macam jenis kepribadian peserta didik yang berbeda-beda, hal ini mesti diperhatikan oleh seorang guru agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Perbedaan individu siswa memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus memperhatikan perbedaan siswa pada aspek individul ini. Pendekatan indvidual ini mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Dalam pemilihan metode juga seorang guru tidak bisa sembarangan dalam pendekatan individu, sehingga seorang guru dalam proses kegiatan pembelajaran harus memperhatikan individual yang dihadapinya.

Kesimpulan
            Manajemen Peserta Didik adalah kegiatan pencatatan peserta didik mulai dari proses penerimaan hingga peserta didik  tersebut lulus dari sekolah yang disebabkan karena tamat atau karena sebab lain.
Kemudian Tujuan manajemen peserta didik adalah Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian anak didik, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja,untuk merealisasikan pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan
Adapun fungsi manajemen peserta didik adalah sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin dan terbuka. Sedangkan prinsip dari manajemen peserta didik adalah  dipandang sebagai pengaturan pembimbingan peserta didik. Mampu mendorong peserta didik untuk memacu kemandiriannya, serta  mampu memfungsionalkan masa depan peserta didik.


Daftar Pustaka
Abd. Halim Subahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan
Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2013), .
E. Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/14/konsep-dasar-manajemen-peserta-didik
John Adair, Membina Calon Pimpinan, terj. Soedjono Trimo (Jakarta: Bumi Aksara,1993),
John E. Chols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Grafindo,1998),
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta:PT Bina Aksara,1988)
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional(Bandung: Rosda Karya, 2006
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2001),
Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 5-6
Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 68





[1] John E. Chols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Grafindo,1998),372
[2] John Adair, Membina Calon Pimpinan, terj. Soedjono Trimo (Jakarta: Bumi Aksara,1993),4.

[3] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional(Bandung: Rosda Karya, 2006), 8.

[4] Abd. Halim Subahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2013), 39.
[5] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta:PT Bina Aksara,1988) h.12-13
[6] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/14/konsep-dasar-manajemen-peserta-didik
[7] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm.  246
[8] Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 5-6
[9] Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 68
[10] E. Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 96-106

Rabu, 26 April 2017

SAY NO TO GHOSOB


mengapa perilaku ghosob dapat tumbuh dan berkembang  di sekitar kita. Perilaku menyimpang itu tak ayal juga merasuki nadi kehidupan di pesantren-pesantren bukan persoalan tempat di mana perilaku ghosob menjelma. Namun sungguh ironis, bagaimana bisa perilaku menyimpang dapat subur di lingkungan yang justru melarangnya? Marilah bersama kita tengok apa yang menyebabkannya.
Alasan yang paling logis adalah santri kurang mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Tetapi ini bukan persoalan human error dan relativitas individu belaka. Ada konstruksi sosial yang tanpa disadari terbentuk dari proses sosial santri. Salah satu yang turut membentuknya adalah nilai khas yang berkembang di pesantren, yakni nilai kekeluargaan.Nilai kekeluargaan santri dilatari oleh interaksi intensif antar santri yang kemudian melahirkan pola hubungan yang guyub Rasa guyub tersebut terbentuk atas dasar ikatan darah, tempat tinggal dan jiwa pikiran. Proses sosial santri di pesantren diwarnai kebersamaan bukan hanya karena satu naungan atap, melainkan ikatan jiwa-pikiran santri turut mempererat jalinan paguyuban tersebut. Setiap hari santri beraktivitas, bercengkerama dan melewati waktu dalam kebersamaan. Interaksi di antara santri mengalir mesra, merajut jalinan emosi, empati, rasa saling memiliki dan sepenanggungan. Apapun dilalui bersama dalam satu naungan pondok pesantren.
Ketika sebuah interaksi mencapai klimaks intensif, timbul rasa saling memiliki bahkan altruistik, yakni mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri. Kita lihat, kebersamaan santri dalam mengakses suatu tempat atau barang, hal itu didasari oleh impuls social-genetics yang mengakar dalam keintiman hubungan. Sehingga timbul nilai yang lebih intim, yaitu punyaku juga punyamu, punyamu ya punyaku. Apapun yang dimiliki santri, santri lainnya dapat menggunakan asalkan tidak dimiliki secara mutlak. Kebersamaan dalam kepemilikan bukan “kesalahan” dari yang ikut merasa memiliki. Rasa permisif yang ditonjolkan pemilik barang meyakinkan santri lainnya bahwa memang diperbolehkan untuk menggunakannya. Ketika hal itu terbiasa, maka izin memakai barang tak lagi diperhitungkan karena pemakluman dan pembolehan pribadi yang apriori.
            Istilah Ghosob berasal dari fiil madly yaitu kata ghoshoba, yaghshibu, ghoshbun yang artinya merampas, mengambil dengan paksa/kekerasan (Kamus At-Taufiq, 2004, 455). Sedangkan secara terminologi berarti “menguasai barang milik orang lain secara dengan cara paksa tanpa izinnya serta bukan dalam konteks peperangan (jika dalam peperangan bukan dinamakan ghasab tapi rampasan perang / ghanimah)”. Sedang pendapat lain menyebutkan bahwa ghasab adalah mengambil harta benda yang terlarang secara tanpa izin dari pemiliknya dengan konsekuensi ketika barang tersebut berada di tangannya maka kepemilikan pemiliknya akan hilang.
            Ghosob merupakan suatu tindakan di mana seseorang memakai barang seseorang tanpa izin. Namun tidak untuk diambil ataupun dimiliki. Sehingga ghosob merupakan tindakan yang hampir sama dengan mencuri. Namun kalau mengghosob barang, barang tersebut akan dikembalikan. Sedangkan hampir sama karena ghosob dan mencuri sama-sama mengambil barang orang tanpa seizin dari yang punya.
Para ‘Ulama’ sepakat bahwa aslul hukmi dari ghasab adalah haram hukumnya jika memang prakteknya mengambil barang milik orang lain dengan bathil, tanpa izinnya. Di samping itu pula ada kewajiban untuk mengembalikan barang tersebut jika memang barang yang dighasab masih ada dan berubah sedikitpun di dalam tanggungan ghasib. Ketika barang tersebut sudah tidak berwujud karena rusak atau lainnya, maka ghasib harus mengganti barang tersebut jika memang bisa dicarikan gantinya. Dan jika tidak, maka ghasib harus mengganti dzat barang tersebut dengan harga yang senilai.
Uniknya, menggosob ini merupakan suatu kebiasaan yang dianggap wajar. karena wajarnya mengghosob ini menjadi suatu tradisi oleh santri . Di mana  tradisi ini merupakan suatu kebiasaan yang turun menurun dan sangat sulit untuk dihilangkan. Kalaupun ada kebijakan baru tentang ghosob, kebijakan itu pasti tidak akan berjalan lama. Misalnya kalau ada kebijakan seperti ini “kalau yang ghosob akan diinjak kakinya.” Itu mungkin hanya akan berlaku untuk 2-3 hari saja, atau paling lama sampai satu minggu saja.
Dalam pembahasan ini akan dibahas secara langsung hadis yang berkaitan dengan larangan ghasab di antaranya adalah sebagai berikut :
Telah menceritakan kepada kami Abd al-Razaq, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari Ibn Abi Dzi’b dari Abdillah ibn al-Saib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa beliau telah mendengar Nabi S.A.W berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : Janganlah sekali-sekali salah satu di antara kamu semua mengambil kesenangan temannya secara sungguh-sungguh dan tidak juga secara senda gurau. Dan jika salah satu di antara mereka menemukan tongkat temannya maka hendaklah ia mengembalikan kepadanya” (Musnad Ahmad no. 17261).
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ghasab adalah perbuatan yang dilarang dalam agama. Ghasab merupakan suatu tindakan di mana seseorang memakai barang seseorang tanpa izin. Namun tidak untuk diambil ataupun dimiliki. Sehingga ghasab merupakan tindakan yang hampir sama dengan mencuri. Namun kalau mengghasab barang, barang tersebut akan dikembalikan. Sedangkan hampir sama karena ghasab dan mencuri sama-sama mengambil barang orang tanpa seizin dari yang punya.
Memang terdapat perbedaan pendapat di antara beberapa mazhab dalam memandang seberapa jauh sebuah prilaku dimasukkan dalam katagori ghasab berdasar pada batasan-batasan yang telah dibuat. Sehinnga ikhtilaf tersebut akan menjadi rahmat bagi umat dalam mengambil hukum sesuai dengan konteks situasi serta keadaan dan kesimpulan akhirnya bahwa Islam adalah agama yang mudah. Wallahu A’lam