Minggu, 05 Maret 2017

Asuransi menurut pandangan islam

ASURANSI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN

ABSTRAK
Asuransi merupakan suatu produk dalam asuransi yang masih menjadi polemik oleh para ulama tentang status hukumnya. Para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengharamkannya karena termasuk suatu transaksi yang mendahului takdir, dan itu termasuk garar. Begitu juga dengan pembayaran klaimnya dinyatakan tidak dapat mengganti jiwa manusia yang dijaminkan. Oleh karena itu, apakah dalam asuransi syariah memiliki konsep yang berbeda terhadap pertanggungan jiwa, sehingga memiliki hukum yang berbeda dengan asuransi jiwa konvensional.Sistem asuransi dikenal sudah sejak lama, bahkan sejak jaman Rosulullah SAW. namun yang sekarang lagi maraknya adalah Asuransi Syariah, seperti layaknya Bank Syariah, Sistem Asuransi Syariah memiliki perbedaan dan keunggulan lebih bila dibanding sistem asuransi konvensional. Perbedaan dan keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasionalisasi dana asuransi, dan akadnya. Asuransi syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Dalam sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan iuran kebajikan (tabarru). Kemunculan asuransi syariah yang cukup pesat menjadi tugas penting bagi para pakar syariah Islam dan akuntansi. Sehingga, mendorong mereka untuk membuat pedoman dasar bagi perkembangan dan penerapan standar akuntansi asuransi syariah sesuai dengan prinsip syariah. . Asuransi Islam atau asuransi yang berdasarkan syariah lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented.
Oleh karena itu, aspek tolong-menolong selalu dijadikan dasar utama dalammenegakkan praktik asuransi Islam. Islam memandang pertanggungan sebagai suatu fenomena sosial yang dibentuk atas dasar saling tolong-menolong dan rasakemanusiaan. Saat ini asuransi Islam sudah tumbuh di berbagai negara. Hal inimenunjukkan bahwa asuransi Islam ternyata cukup diminati oleh masyarakat diberbagai negara. Yang menjadi masalah, sampai saat ini masih banyak masyarakat termasuk sebagian umat Islam yang belum memahami asuransi Islam,terlebih ada bebrapa ulama yang mengharamkan Asuransi,namun tidak sedikit pula yang menghalalkan Asuransi,dengan merujuk kepada Nash Al-qur'an dan Hadis.



A. Muqaddimah
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup selalu membutuhkan manusia yang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain disebut Muamalat
Islam merupakan agama yang memiliki aturan universal,artinya islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam aspek ibadah,politik,social,budaya,maupun aspek ekonomi. Hal ini sesuai dengan firman ALLAH.  "diharamkan bagimu (memakan) bangkai,darah,daging babi,(daging hewan) yang  disembelih atas nama selain Allah,yang tercekik,yang terpukul,yang jatuh,yang ditanduk,dan yang diterkam binatang buas,kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala,dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamaMu,sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari initelah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,dan telah ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi Maha Penyayang"
Dengan demikian, seharusnya manusia dalam menjalakan praktek kehidupan Sehari-hari harus perpedoman sesuai dengan apa yang telah disyiarkan dalam Al-Qur'an. Karna pada hakikatnya Al-Quran adalah petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia.

B.Pengertian Konvensional Asuransi Islam
Kata 'asuransi' berasal dari bahasa Belanda  assurantie, tetapi didalam bahasa hukum Belanda dipakai kata verzekering.     Sedangkan dalam bahasa inggris insurance.    Kata tersebut kemudian disalin dalam bahasa Indonesia dengan kata 'pertanggungan'. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur  bagi penanggung, dan  geassureerde  bagi tertanggung.  Dalam bahas Arab,asuransi digunakan istilah at-ta'min,    penanggungnya disebut  mu'ammin, dan tertanggung disebut dengan mu'amman lahu  atau sering juga disebut dengan musta'min. at-ta'min  diambil dari kata  amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan , rasa aman , dan bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106) : 4 , yaitu " Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan".   penggertian dari  at-ta'min  adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.
Ahli fiqih kontemporer Wahbah az-zuhaili mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk,  yaitu  at-ta'min at-ta,awuni  dan  at-ta'min bi qist sabit. At-ta'min at-ta'aawuni  atau asuransi tolong-menolong adalah ; 'kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kemudaratan".   At-ta'min bi qist saabit  atau asuransi dengan pembagian tetap adalah : "Akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan,ia diberi ganti rugi".
Musthafa Ahmad az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Ia berpendapat bahwa system asuransi adalah system  ta'awun  dan tadhamun  yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
Sementara Abbas Salim mengatakan asuransi adalah suatu kemauan mendapat kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugaian besar yang belum pasti.

Pada hakikatnya meniadakan risiko seluruhnya adalah tidak mungkin bagi setiap kejadian atau peristiwa, oleh karena itu mau tidak mau beberapa risiko tetap harus diterima/ di tanggung sendiri yaitu apabila:

1.Tidak ada cara praktis untuk menghindari, hal ini dapat terjadi pada suatu risiko pada suatu risiko yang sulit dideteksi.

2.Tidak mengetahui sama sekali tentang adanya suatu risiko tertentu.

3.Adanya akibat akibat yang timbul yang tidak begitu serius.

4.Adanya akibat akibat tertentu dalam rangka mungkin dari risiko
yang dapat diterima.

5.Risiko risiko tertentu secara aktif memang diinginkan oleh yang
berkepentingan (misalnya yang berkaitan dengan hobi).

Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 bagian Pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan pengertian asuransi syariah (ta'min,takaful atau tadhamun)  adalah usaha saling melindung dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau  tabarru'  yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Selain itu dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah juga menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syiaiah Nasional-Majelis Ulama Indonesia yaitu berupa FatwaDSN-MUI, diantaranya tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Disamping itu pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan untuk mengatur pelaksanaan sistem asuransi syariah di Indonesia, yaitu:
1.Keputusan Menteri Keuangan Repubilk Indonesia Nomor426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan KelembagaanPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
2.Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransidan Perusahaan Reasuransi
3.Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan
InvestasiPerusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

Definisi resmi asuransi secara hukum,di Indonesia disebutkan dalam pasal 246 KUH dagang,yang berbunyi;  Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Jadi pasal 246 KUH Dagang ini melukiskan asuransi sebagai suatu perjanjian,di mana penanggung dengan menikmati suatu premi, mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dirinya dari kerugian yang akan diderita karena suatu peristiwa yang tidak menentu. Kemudian, terakhir untuk definisi, penulis juga menukil rumusan definitif yang dituangkan pada Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian sebagai berikut:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin  akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.  Jika ditelusuri dari sejarah kemunculannya,konsep asuransi sangat berkaitan erat dengan kehidupan berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang biasanya hidup bersama dalam suatu keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi dan terlindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena itu, mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Dan pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah, secara individu keluarga tersebut mengahadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya. Karena keadaan yang demikian itu, seorang individu secara mandiri terlepas sepenuhnya dari perlindungan keluarga maupun sukunya, sehingga ia mencari bentuk-bentuk perlindungan lain.  Dewan Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah, Saudi Arabia, menganggap bahwa semua transaksi asuransi modern termasuk asuransi jiwa dan niaga adalah bertentangan dengan ajaran Islam, akan tetapi Dewan menyetujui adanya “Asuransi Koperatif.
Definisi-definisi di atas sekalipun secara redaksional ada sedikit perbedaan, namun terdapat benang merah yang menegaskan bahwa secara substansial asuransi bertujuan untuk saling membantu dan menolong sesama. Mushtafâ Ahmad al-Zarqâ’ menyatakan bahwa akad asuransi itu merupakan suatu sistim tadlâmun dan ta’âwun yang bertujuan untuk menutupi kerugian yang disebabkan oleh musibah.

C. Sejarah Asuransi Islam
Perkembangan asuransi dalam sejarah Islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan tentunya berbeda-beda , tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
Dalam Islam, praktik asuransi pernah dilakukan oleh Nabi Yusuf as. Yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi raja firaun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa 7 (tujuh) panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 (tujuh) tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, Nabi Yusuf as . menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa tujuh tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa paceklik bisa ditangani dengan baik.
Pada masyarakat Arab sendiri terdapat system 'aqilah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra-Islam. 'Aqila merupakan cara penutupan (Iatilah yang digunakan oleh AM. Hasan Ali)  dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapan seseorang terbunuh oleh anggota suku lain,maka keluarga pembunuh harus membayar  diyat  dalam bentuk uang darah. Kebiasaan ini kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang dapat terlihat pada hadis berikut ini.  ” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rosulullah SAW.  Maka Rosulullah SAW. Memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh Aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki).  ( HR. Bukhari)
Perkembangan praktik 'aqila yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya diterapkan pada masalah pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering kali disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai sejarah asuransi bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenarnya sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Orang-orang Arab yang mahir dibidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke Negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan system bunga dan riba. Bahkan Nabi Muhammad SAW. Sendiri pun telah melakukan asuransi ketika melakukanperdagangan di Mekkah.  Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. Turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh barang dagangan termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW. Yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada dan kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.
Dibidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya.  Namun perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik asuransi dalam perspektif hukum islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Pada paruh kedua abad ke-20 di beberapa Negara Timur Tengah dan Afrika telah memulai mencoba mempraktikan asuransi dalam bentuk takaful  yang kemudian berkembang dengan pesat sehingga ke Negara-negara yang telah berpenduduk nonmuslim sekalipun di Eropa dan Amerika.

 D. Falsafah Dasar Asuransi Islam
Konsep asuransi Islam berasaskan Konsep  takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Kata  takaful  berasal dari bahasa Arab yang berakar kata  takafala-yatakafalu. Ilmu  tashrif  atau  sharaf memasukan kata  takaful kedalam kelompok  bina muta'adi I  yaitu  tafaa'aala yang artinya saling menanggung atau saling menjamin.  Untuk itu, harus ada sesuatu persetujuan dari para peserta  takaful  untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma ( tabarru) karena Allah semata dengan niat membantu sesame peserta yang tertimpa musibah,seperti kematian, bencana, dan sebagainya. Adapun prinsip-prinsip asuransi Islam dijelaskan berikut ini.
Pertama,  saling bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan tuntunan Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, sebagai berikut :
Hadits Nabi Muhammad SAW :
a. " Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang yang beriman antara satu dan yang lainnya seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakannya." (diriwayatkan Oleh Al-Bukhari dan Muslim)
b. "seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan yang tiap-tiap bagiannya saling menguatkan bagian yang lain." (diriwayatkan Oleh Al-Bukhari dan Muslim)
c. "Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya." (diriwayatkan Oleh Al-Bukhari dan Muslim)
d. "barang siapa yang tidak mempunya perasaan belas kasihan, maka ia tidak akan mendapatkan belas kasih (dari Allah)." (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Kedua, SalingBekerja Sama Untuk Bantu Membantu. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan Abu Daud , Sebagai berikut:
Al-Qur'an,
a. QS. Al-Maidah (5) : 2
….وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ        
 " … Dan Tolong Menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…"
b. QS. Al-Baqarah (2) : 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
  "Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah Timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,Hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta minta, dan memerdekakan hamba sahaya , mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan , dan dalam peperangan . mereka itulah orang-orang yang benar  (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
Hadis Nabi Muhammad SAW
a. " barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya." Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Abu Daud).
b. " Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya." (diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud)
c. " Tolonglah saudaramu baik yang zalim maupun yang dizalimi, mereka bertanya : 'Hai Rosulullah, dapat saja menolong yang dizalimi, tetapi bagaimana menolong saudara yang zalim? ' Jawab Rosulullah, 'Cabut kekuasaannya'. (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
ketiga, saling Melindungi dari segala Kesusahan. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur,an dan Hadis Rosulullah SAW. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ibnu Majah , Ahmad , dan Al-Bazzar , sebagi berikut :
Al-Qur'an
a. QS . Quraisy (106) :4
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
"(Allah) yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan"
c. QS. Al-Baqarah (20: 126.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
" Dan (ingatlah) ketika Ibrahim as berdoa "ya Tuhanku,jadikanlah negeri ini, negeri yang aman dan sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan Hari kemudian…"


Hadis Nabi Muhammad SAW
a. "sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah barang siapa yang memberi keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga Manusia' (diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
b. "Demi diriku yang dalam kekuasaan Allah bahwasanya tiada seorangpun yang masuk surge sebelum mereka memberi perlindungan kepada tetangganya yang berada dalam kesempitan." (diriwayatkan oleh Ahmad)
Dengan demikian, falsafah asuransi Islam adalah penghayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab, kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, demi tercapainya kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya.
Sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Solusinya adalah Firman Allah SWT. Dlam QS Al-maidah (5) :2. Sebagi berikut "… Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan Taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat Siksa-Nya."
Disisi lain, manusia memiliki sifat lemah dalam menghadapi kejadian yang akan dating. Sifat lemah tersebut berbentuk ketidaktahuannya terhadap kejadian yang akan menimpa pada dirinya. Manusia tidak dapat memastikan bagaimana keadaannya pada waktu dikemudian hari (future time) . firman Allah SWT. Telah ditegaskan dalam QS al-Taghaabun  (64) :11 dan QS Luqman (31) : 34 sebagai berikut :
"  Tidak ada sesuatu pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…” (QS At-Taghaabun .64 : 11)

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
" sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam Rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui dibumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman .31 : 34 )
Dalam hal ini Manusia ditugaskan hanya mengatur bagaimana cara mengelola kehidupannya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akherat (  sa'adah ad-daraini ). Adapun salah satu caranya adalah dengan menyiapkan bekal (proteksi) untuk kepentingan di masa dating agar segala sesuatu yang bernilai negative, baik dalam bentuk musibah, kecelakaan, kebakaran maupun kematian, dapat diminimalisir kerugiannya. Hal semacam ini telah dicontohkan Oleh Nabi Yusuf as. Secara jelas dalam menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh ekor sapi betina yang kurus.
Ayat diatas memberikan pelajaran berharga bagi manusia pada sat ini ( baca : Modern) yang secara ekonomi dituntut agar mengadakan persiapan secara matang untuk menghadapi masa-masa sulit jikalau menimpanya pada waktu yang akan datang.
Jadi,prinsip dasar inilah yang menjadik tolak ukur dari nilai filosofi asuransi syariah yang berkembang pada saat ini, yaitu dalam bentuk semangat tolong-menolong, bekerja sama, dan proteksi terhadap peristiwa yang membawa kerugian.

E. Perbedaan Pendapat Hukum Islam tentang Asuransi
 Di kalangan umat islam sendiri,asuransi masih menjadi perdebatan hukum atas kehalalannya. Bahkan,sampai dewasa ini. Di sisi lain,praktik asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia, misalnya asuransi kecelakaan, asuransi kebakaran, dan lain sebagainya. Dan, sudah banyak masyarakat muslim yang terlibat di dalamnya,baik sebagai pelaku bisnisnya maupun sebagai peserta (nasabah).
Perdebatan itu bermuara pada anggapan bahwa asuransi itu tidak islami. Kalangan yang berpendapat demikian didasarkan pada argument bahwa orang yang melakukan asuranis sama halnya dengan orang yang mengingkari takdir (ketentuan) Allah. Allah lah yang menetukan segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya,sebagaimana firman Allah SWT, berikut :
…وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ …
" Dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)" (QS. An-Naml:64)

وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
"Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup,dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya." (QS. Al-Hijr:20)
Bagi kelompok yang tidak sependapat dengan asuransi,kedua ayat di atas, dijadikan dalil ketidakbolehan asuransi,sebab Allah adalah penentu kehidupan manusia. Oleh Karen itu, manusia tidak perlu menggantungkan nasibnya pada manusia yang lain, tidak terkecuali pada asuransi. Di sisi lain, bagi sebagian kalangan berpendapat bahwa melibatkan diri ke dalam asuransi merupakan salah satu  ikhtiar  (usaha) atau untuk menghadapi masa depan dan masa tua yang lebih baik.
Perdebatan di kalangan umat islam di atas merupakan suatu kewajaran. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pertama, masalah asuransi tidak dijelaskan secara khusus dalam  nash (Al-Qur'an dan Al-Hadits),maka masalah asuransi dipandang sebagai masalah ijtihadiyah. Sebuah prsoalan yang harus secara sungguh-sungguh dicarikan dasar hukumnya.  Kedua,tidak ada lembaga di zaman Nabi Muhammad,SAW. Yang secara spesifik menyebut lembaga asuransi.
Perdebatan ahli hukum Islam tentang  status asuransi terbagi menjadi empat kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang mengharamkan. Golongan ini berpendapat bahwa asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya,termasuk asuransi jiwa dan kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sadiq,Abdullah al-Qolqili (mufti yordania), Yusuf Qardhawi, dan Muhammad Bakhil al-Muthi (Mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah:
1. Asuransi sama dengan Judi (maysir);
2. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti (gharar/uncertainty);
3. Asuransi mengandung unsur  riba/rente;
4. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis,apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya,akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi;
5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktik-praktik bunga (riba);
6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai;
7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis,yang berarti mendahului takdir Allah.
Menurut Syafi'I Antonio,sebagaimana dikutip oleh Yeni Salama Barlinti bahwa asuransi itu mengandung unsur ghara , maysir , dan  riba.  Ketiga unsur tersebut diuraikan dengan penjelasannya sebagai berikut :

1. unsur  gharar  terdapat pada bentuk akad (perikatan) yang melandasi penutupan polis.
Akad yang terdaapat pada asuransi konvensional dikategorikan sebagai akad tabadduli Atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Unsur gharar itu juga terdapat pada sumber dana pembayaran klaim pada asuransi Konvensional adalah tidak jelas asalnya. Pada asuransi syariah akad Tadâbuli (saling tukar) diganti dengan akad takâfuli (saling menjamin), yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.

2. Unsur maysir terjadi apabila peserta asuransi (pemegang polis) membatalkan kontraknya Pada masa reversing period, ia tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan Kecuali sebagian kecil saja (biasanya kurang dari 5%). Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Tetapi apabila pemegang  polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak dan sedikitnya klaim  yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan  asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak dan sedikitnya klaim yang dibayarkan.

3. Unsur  riba terkandung dalam melakukan usaha dan isvestasi yang menggunakan system bunga, terutama oleh Bank-bank konvensional dan  founds manager companies.
Kelompok lain yang berpendapat haram ini tidak hanya pada asuransi konvensional , tetapi juga pada asuransi syari'ah.  Alasan yang dikemukakan oleh para ulama kontemporer ini lebih dilihat dari sudut pandang akad atau perjanjian syari'ah. Mereka berpendapat bahwa asuransi dengan segala jenis dan istilahnya, termasuk apa yang diistilahkan dengan asuransi syari'ah adalah akad bathil  (batal) karena dua sebab. Pertama , ma'qud 'alaih  (objek akad) dalam asuransi tidak sesuai dengan ketentuan syari'ah.  Kedua asuransi tidak memenuhi rukun dan syari'at sah perjanjian (akad) dhaman (jaminan) yang syar'i.
Kelompok kedua adalah kelompok ulama yang menghalalkan asuransi. Pendapat ini di kemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Musthafa Ahmad zarqa'  (Guru besar Hukum Islam pada fakultas syari'ah Universitas syiria),  Muhammad Yusuf Musa (Guru besar Hukum Islam pada Universitas cairo Mesir), dan Abd.rahman Isa (pengarang kitab  al-Muammalah al-haditsah wa Ahkamuha)  Argumen yang dikemukakan di antaranya;
1. tidak ada Nash  (Al-qur'an dan as-Sunnah) yang melarang asuransi;
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak dalam asuransi;
3. saling menguntungkan kedua belah pihak;
4. Asuransi dapat mendukung kepentingan umum,sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif;
5. Asuransi termasuk akad Mudharabah  (bagi hasil);
6. Asuransi termasuk koperasi 9syirkah ta'awuniyyah);
7. Asuransi dianalogikan (diqiyaskan) dengan system pension,seperti taspen.
Kelompok ketiga adalah kelompok ulama yang menghalalkan asuransi yang bersifat social dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.  Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abu zahrah (Guru besar hukum islam pada Universitas Cairo Mesir). Alas an kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial  (haram) dan sama pula dengan alas an kelompok kedua,dalam asuransi yang bersifat social (halal). Selain ketiga kelompok diatas, ada kelompok keempat,yaitu ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya syubhat (samar,ragu-ragu). Alasannya adalah karena tidak ada dalil, baik Al-Qur'an maupun al-Hadits, yang tegas mengharamkan maupun menghalalkannya.
Perbedaan pendapat ini tentu perlu disikapi secara bijak untuk dicarikan solusi hukumnya. Paling tidak, ada dua hal yang ingin dijawab dari kajian ini. Pertama, bagaimana pandangan hukum Islam terhadap prinsip-prinsip hukum asuransi yang adal dalam asuransi konvensional? Kedua, bagaimana aplikasi maqasid as-syari'ah dalam mewujudkan manfaat asuransi. Manfaat yang ingin dicapai dari kajian ini adalah mendapatkan gambaran yang jelas pembahasan asuransi perspektif hukum islam. Selain itu, untuk mendapatkan kepastian hukum yang jelas terkait hukum asuransi,dimana selama ini masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan masyarakat muslim.

F. Asuransi Syari'ah : Upaya Menuju Konsep yang Sempurna
Istilah lain asuransi syariah juga dikenal dengan nama takaful. Kata Takaful berasal dari takafala-yatakafalu, yang secara etimologis berarti menjamin atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko di antara sesama sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru, dana ibadah,sumbangan, derma yang ditunjukkan untuk menanggung resiko.
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa pengertian Asuransi secara istilah adalah kejadian, adapun metodelogi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya asuransi adalah suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Setiap orang dalam kehidupan menghadapi resiko dan ketidakpastian (uncertainty) menghadapi masa depan, baik dalam rentang waktu pendek maupun panjang. Risk and uncertainty regarding the future:
Dalam hal resiko dapat dikurangi dampak kerugiannya dengan asuransi atau “calculated risk sedang Uncertainty tidak dapat diasuransikan.

Ia berpendapat, bahwa sistem Asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamunyang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
Uraian tentang aplikasi  maqasid asy-syari'ah  dalam asuransi telah menunjukan pada kita bahwa asuransi memiliki peran dalam mewujudkan kemaslahatan manusia. Mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di dunia,meskipun perwujudan itu ada pada kebutuhan  hajiyyah. Di antara tujuan syariat yang telah dirumuskan oleh para ulama, yang berupa kemaslahatan agama,jiwa,akal,keturunan dan harta telah sedemikian rupa dibantu oleh asuransi untuk diwujudkan melalui perlindungan oleh berbagai macam produknya.
Pertemuan asuransi dengan  maqasid asy-syari'ah adalah upaya penemuan hukum kreatif yang perlu dikembangkan. Upaya itu untuk menuju asuransi syariah yang lebih baik. Upaya menambah argument pentingnya asuransi bagi kehidupan manusia.  Jadi,keabsahan asuransi tidak hanya sesuai dengan rukun dan syarat perjanjian semata, namun keberadaannya dilandasi oleh rasa spiritualitas yang tinggi.
Adapun upaya yang bisa dilakukan untuk menguatkan konsep dan implementasi asuransi yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya :
Menurut Husain Hamid Hisan mengatakan Asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.
1. Penguatan Keilmuan
Ada baiknya para pelaku asuransi memiliki ilmu yang berkaitan dengan bidang asuransi sehingga bisa berjalan secara profesional. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibnu Taimiyah, ketika membagi urutan ilmu dari yang paling pokok kepada yang berstatus pelengkap. (1) Ilmu akidah , (2) Ilmu syariat, (3) Ilmu menghafal, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an,dan (4) Ilmu lain yang diperlukan oleh masing-masing individu.   pada poin yang keempat inilah, seorang individu diperkenankan untuk memiliki ilmu yang dapat menunjang kehidupannya. Seperti ilmu berdagang, ilmu berlayar, dan tidak terkecuali ilmu pengelolaan asuransi. Asal saja ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Rosulullah dan memiliki manfaat.
G. Landasan Hukum Asuransi Syariah
1. Al-Qur'an
Apabila dilihat sepintas keseluruhan ayat Al-Qur'an, tidak terdapat satu ayat pun yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita kenal sekarang ini, baik istilah "At-ta'min"  ataupun "At-takaful". Namun demikian, walaupun tidak menyebutkan secara tegas, terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang memiliki muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. Di antara ayat-ayat Al-Qur'an tersebut antara lain :

Perintah Allah untuk Mempersiapkan Hari Depan
a. QS. Al-Hasyr (59): 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan"

b. QS . Yusuf (12): 47-49
قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
"yusuf berkata,supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. Maka, apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian akan datang tahun padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."

Perintah Allah untuk Saling Menolong dan Bekerja Sama
a. QS al-Maidah (5) : 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ…
"…tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takq,dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya"
b. QS al-Baqarah (2) 185
"…Allah menghendaki kemudahan bagimu,dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.."
Perintah Allah untuk Saling Melindungi dalam Keadaan susah
a. QS al-Quraisy (106) : 4
" yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan,"
b. QS al-Baqarah (2) : 126
" Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa"Ya Allah jadikanlah negeri ini negeri aman dan sentosa (selamat)"
2. Sunnah Nabi SAW.
a. Hadits tentang Aqilah
"Hurairah r.a, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rosulullah SAW.  Maka Rosulullah SAW. Memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh Aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki).  ( HR. Bukhari)
Hadits diatas menjelaskan tentang praktik Aqilah yang telah menjadi tradisi di masyarakat Arab. Aqilah  dalam hadits diatas dimaknai dengan ashabah (kerabat dari orang tua laki-laki) yang mempunyai kewajiban menanggung denda (diyat) jika ada salah satu anggota sukunya melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain. Penanggungan bersama oleh Aqilah-nya merupakan suatu kegiatan yang mempunyai unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini didasarkan atas adanya prinsip saling menanggung (takaful) antar anggota suku.
b. Hadits tentang Anjuran Menghilangkan Kesulitan Seseorang
" Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a,Nabi Muhammad SAW Bersabda :"Barang siapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seseorang mukmin,maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang ,maka Allah akan mempermudah urusannya didunia dan akhirat."
c. hadits tentang Anjuran Meninggalkan Ahli Waris yang Kaya
diriwayatkan dari Amir bin sa'ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rosulullah SAW : "lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusi lainnya." (HR. Bukhari)
Nabi Muhammad SAW sangat memerhatikan kehidupan yang akan terjadi dimasa datang (future time) dengan cara mempersiapkan sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan ( ahli waris) yang berkecukupan secara materi,dalam pandangan Rosulullah SAW sangatlah baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan terlantar yang harus meminta-minta kepada orang lain. Dalam pelaksanaan operasionalnya,organisasi asuransi mempraktikan nilai yang terkandung dalam hadits diatas dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagi tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli warisnya apabila suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan,baik dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan diri.

d. Hadits tentang Menghindari Risiko
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, bertanya seseorang kepada Rosulullah SAW. Tentang (untanya) : "  apa unta ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal kepada Allah SWT? "bersabda Nabi Muhammad SAW.pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakalah kepada Allah SWT ". (HR. At-Turmudzi)
Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan kepada Manusia agar selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang akan terjadi,bukannya langsung menyerahkan segalanya (tawakal) Kepada Allah SWT. Hadits diatas mengandung Nilao implisit agar kita selalu menghindar dari risiko yang membawa kerugain pada diri kita,baik itu berbentuk kerugian materi maupun kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia (jiwa). Sedangkan yang dimaksud dengan ‘illat menurut Wahbah al-Zuhayli adalah sesuatu sifat yang jelas dan ada tolak ukurnya, menginformasikan tentang ada atau tidak adanya hukum yang akan ditetapkan berdasarkan sifat dimaksud.
Praktik asuransi adalah bisnis yang bertumpu pada bagaimana cara mengelola risiko itu dapat diminimalisasi pada tingkat yang sedikit (serendah) mungkin. Risiko kerugian tersebut akan terasa ringan jika dan hanya jika ditanggung bersama-sama oleh semua anggota (nasabah) asuransi. Sebaliknya,apabila risiko kerugian tersebut hanya ditanggung oleh pemiliknya, maka akan berakibat terasa berat bagi pemilik risiko tersebut.
3. Ijtihad
a. Fatwa Sahabat
Praktik sahabat berkenaan dengan pembayarn hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Beliau berkata :"orang-orang yang nnamanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka." Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara professional per wilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.
b. Ijma
para sahabat telah melakukan  ittifaq  (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan aqilah ini. Aqilah  adalah iuran yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari si pembunuh (orang yang menyebabkan kematian orang lain secara tidak sewenang-wanang). Dalam hal ini,kekelompoklah yang menanggung pembayarnnya karena si pembunuh merupakan anggota dari anggota kelompok tersebut. Dengan tidak adanya sahabat yang menentang Khalifah Umar, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat  ijma dikalangan Sahabat Nabi SAW.mengenai persoalan ini.
H. Kesimpulan
Pembahasan ini diakhiri dengan bab penutup yang berissi kesimpulan dan saran. Kesimpulan pembahasan ini diuraikan sebagai berikut.  Pertama, perbedaan pendapat para Ulama tentang hukum asuransi membawa pada kondisi ketidakpastian hukum. Asuransi syariah sebagai solusi perdebatan hukum dimaksud, menjadi alternatife cerdas pilihan asuransi bagi masyarakat. Menjunjung dasar filosofi yang sling menolong (ta'awun)  sesame peserta, telah mampu membedakannya dengan asuransi konvensional. Akad  tabarru' dan  mudharabah menjadi dasar operasional yang sah menurut islam.
Kedua, asuransi adalah persoalan kontemporer yang belum ditemukan hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun al-hadits. Oleh karena itu,perlu upaya yang sungguh-sungguh menemukan status hukumnya sehingga bisa dijadikan pegangan hukum bagi umat islam. Upaya itu tidak hanya sekedar ijtihad klinis tentang kehalalan dan keharamannya, seperti maqasidd asy-syari'ah.  Implementasi teori maqasid asy-syari'ah memberi warna baru dalam pembahasan asuransi dalam kajian syari'ah. Ada titik temu antara tujuan ditetapkannya syariah dengan maksud diadakannya asuransi. Keduanya bertemu dalam upaya melindungi kepentingan manusia dalam bentuk menjaga kemaslahatan agama,jiwa ,akal , keturunan , dan harta . peranan asuransi dalam melindungi al-kulliyah al-khams bisa berupa ijabiyah (perwujudan), bisa juga berupa  salbiyah (pencegahan/penolakan). Oleh karena itu, secara filosofis bahwa maksud dan tujuan seorang muslim dalam mengikuti program asuransi adalah dengan niatan melindungi agama, jiwa ,akal ,keturunan, dan harta.
Ketiga, prinsip-prinsip hukum asuransi yang ada pada asuransi konvensional adalah prinsip yang harus dipatuhi dalam bisnis asuransi. Para ahli asuransi bersepakat bahwa pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut akan menyebabkan batalnya perjanjian asuransi (illegal contract), dan memunculkan ketidak adilan bagi para pihak. Hal ini tampaknya juga sejalan dengan apa yang diajarkan Islam dalam hal perjanjian bisnis. Di sisi lain, justru keberadaannya sebagai alat untuk mengeliminir praktik-praktik bisnis yang dilarang dalam Islam,seperti judi, gharar , penipuan , riba , dan lain sebagainya.
Keempat, kehalalan asuransi tidaknya hanya didasarkan pada konsep maqasid asy-syari'ah semata,namun demikian juga tetap memenuhi rukun dan syarat perjanjian menurut islam. Selain itu juga mematuhi etika bisnis menurut islam. Kepatuhan ini dianggap penting, sebab hampir dipastikan bisnis asuransi tidak lepas dari konsep perjanjian, dan etika bisnis.
Kelima, asuransi memiliki perandalam mewujudkan kemaslahatan manusia, agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Oleh karena itu, perlu penguatan secara konseptual dan aplikasi dilapangan. Penguatan itu bisa melalui fatwa MUI, dewan pengawas syari'ah, dan penguatan kapasitas hakim dalam menyelesaikan sengketa dipengadilan agama. Kajian asuransi syari'ah dituntut untuk berkembang dinamis, melalui berbagai perspektif. Sebab asuransi syari'ah telah berkembang pesat.karakter manusia modern akan semakin menemukan arti penting asuransi. Dimungkinkan, asuransi syari'ah menjadi syari'ah life style, sebagai imbas yang lain. Keabsahan asuransi tidak semata-mata terpenuhinya rukun dan syarat bisnis,namun perlu sentuhan spiritual bagi pelaku dan peserta.
I. Saran Penulis
Berdasarkan pada uraian kesimpulan diatas, maka disarankan beberapa hal berikut:
Pertama, bagi para pelaku perasuransian, baik yang konvensional maupun syari'ah, lebih meningkatkan pemahaman tentang asuransi. Secara prinsip, islam tidak melarang praktik asuransi. Namun demikian, harus tetap mempertimbangkan segala aspek teknisnya dengan menyelaraskan nilai-nilai syari'ah, sehingga lebih bisa diterima oleh umat islam. Ingat, bahwa bisnis dalam islam bukan hanya untuk mencapai keuntungan dunia semata, tetapi juga untuk keuntungan kebahagiaan akhirat.
Kedua, bagi pegiat, peneliti, dan akademis ekonomi syari'ah, tentu makalah ini hanya bagian kecil dari pembahasan asuransi, untuk itu lebih bersungguh-sungguh mengisi kekurangan referensi dalam bidang asuransi. Kajian asuransi dengan pendekatan yang lebih beragam masih ditunggu oleh public syari'ah.













Daftar Pustaka
Al-Qur'an al-Karim
Abbas Salim, Dasar-dasar Asuransi (Principiles of Insurance), cet. ke-1, (Jakarta:
 PT.Rajagrapindo Persada, 1995), h.1

Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Ekex Media
Komputindo, 2011,

Abdul Aziz dahlan,  et al.,ed. Ensiklopedi Hukum Islam,cet.4, (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve,2000),

Abdul Mannan, Islamic Economics, Theory anda Practice, (The Islamic Academ: Cambridge New and Resived Edition,  1986), h. 109.

Adian Husaini.2013.  Filsafat Ilmu : Persfektif Barat dan Islam. (Jakarta :Gema Insani
Press,2013)

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, (terj. Soeroyo dan Nastangin,), Vol. ke-4,
(Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1996),

Ahmad Azhar Basyir,Asas-Asas hukum Muamalat, (Hukum perdata Islam), (Yogya : UII
Press,1993),

Ahmad Aziz Dahlan dkk,(editor),Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve,1996),

D. S Hansell, Elementof insurance, Great Britain: mocdonal & Evans Ltd,

Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata Media. 2004,

John M.Echols dan Hassan Shadili, kamus inggris-Indonesia. Jakarta:gramedia,1990,
Kuat Ismanto, SHI.,M.Ag. (Asuransi Prespektif Maqasid Asy-Syariah) Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. 2009.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah. Cet.7. (Jakarta: CV. Haji Masagung,1994),

Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (editor, H.M. Sonhadji, dkk),
(Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997), h. 305

Muhammad Ahmad Sadr, al-Iqtishâd al-Islâmi, (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1982),

Muhammad Muslehuddin, Insurance and Islamic Law, (Delhi: Markazi Maktabh Islami, 1995),

Muhammad syakir Sula ,  Asuransi Syariah (Life and General) : Konsep dan system
operasional, Cet.1. ( Jakarta: Gema Insani Press, 2004)
Team Penyusun, Wirdyaningsih,SH.,MH dkk.  (BANK DAN ASURANSI ISLAM DI
INDONESIA),cet 3. Kencana Prenada Media Group,2005 . Jakarta

Mushtafâ Ahmad al-Zarqâ’, ‘Aqd al Ta’mîn wa Mawqif al Syarî’ah al Islâmiyah Minhu,

Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, cet. ke-4
(Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 186

Wetboek (kitab undang-undang Hukum Perdata). Dasar-dasar Asuransi,penyadur
A.Hasyimi.Jakarta:Balai Aksara.

Widyaningsing dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media,2005,

Wirjono Projodikoro,  Hukum Asuransi di Indonesia. (Jakarta: PT Intermasa,1981)

Yeni Salma Barliti, Kedudukan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional dalam Sistem Hukum
Nasional di Indonesia.  Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama,2010),

Rahasia agar Institusi maju



🌾Dalam sebuah forum seorang ustadz bertanya kepada KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (Pengasuh Pon-Pes Gontor).
*Apa rahasia agar institusi pendidikan maju dan diminati masyarakat ?*

Kyai Syukri tersenyum dan tertawa kecil mendengar pertanyaan itu. Kemudian beliau menjawab dg pepatah arab yang masyhur terkait dengan guru dan pembelajaran:

المادة مهمة ولكن الطريقة اهم من المادة

"Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting, *tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran.*"

Jadi, sebagus apa pun materi pembelajaran,  namun jika metode pembelajarannya kurang baik,  maka hasilnya kurang maksimal.
Lalu beliau melanjutkan dgn bait berikutnya....

الطريقة مهمة ولكن المدرس اهم من الطريقة

_"Metode pembelajaran adalah sesuatu yang penting,_ *tetapi guru jauh lebih penting daripada metode pembelajaran."*

Sehingga, sebagus apa pun metode pembelajaran,  tetapi jika guru yang bersangkutan tidak mampu mengajar dengan metode tersebut, maka hasilnya pun sama, tidak akan maksimal.
Kemudian beliau menyampaikan ungkapan yang sangat inspiratif, yaitu:

المدرس مهم ولكن روح المدرس اهم من المدرس

_"Guru adalah sesuatu yang penting, tetapi_ *jiwa guru jauh lebih penting* _dari seorang guru itu sendiri."_

Ungkapan yang sangat luar biasa!
 *Jiwa Guru* jauh lebih penting! Ya,  kekuatan batin,  _lebih didahulukan daripada kekuatan dzohir._

Kyai Syukri menjelaskan bahwa *cara  membangun jiwa adalah dengan meningkatkan kedekatan kita kepada Allah (اَلتَّقَرُبُ إلى اللّٰه )*. _Dengan melakukan amalan-amalan wajib,  ditambah dan disempurnakan dengan amalan-amalan sunnah._

_Bayangkan jika kita..._

🌿 *_mengajar dgn 'jiwa'_*

🌿 *_Niat kita ikhlas dalam mengajar,_* membimbing dan mendidik murid, ikhlas dalam menasehati,

🌿 *_disiplin ketika mengajar_*, dalam kehadiran, menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran

🌿 *_berakhlak baik kepada murid,_*

🌿 *_mendoakan mereka di setiap selesai sholat_* kita atau bahkan...mendoakan mereka di sepertiga malam-malam kita.
Insya Allah Ilmu dan nasehat-nasehat yang kita berikan terpancar murni dari relung hati & jiwa.
Maka para murid akan lebih mudah menerima ilmu dan nasehat-nasehat kita. *Karena yang berasal dari jiwa, akan diterima oleh jiwa. Yang bersumber dari hati,  akan diterima oleh hati.*
Pembelajaran kita di kelas akan penuh makna, para murid akan selalu mengenang kita sebagai guru yang luar biasa dan pahala yang besar telah menanti kita di akhirat nanti. InsyaAllah.

*_Semoga bermanfaat..._*

Sabtu, 04 Maret 2017

PACARAN...??? Nggak Deh.



Pacaran..?? Nggak Deh..
 

    Inilah fenomena miris di akhir zaman; banyak wanita berjilbab tapi ‘demen’ pacaran. Pacaran, rupanya bukan hanya di’sukai’ wanita muda Islam yang tak berjilbab, sebaliknya akhwat-akhwat bergelar jilbaber pun masih ada yang menjalin hubungan tak halal itu.
Entah apa yang menjadi alasan sehingga para akhwat masih ada yang pacaran. Apakah mereka tidak tahu, dalam syariat Islam, pacaran hanya boleh dan bisa dilakukan bagi mereka yang sudah menikah??
PACARAN berasal dari kata pacar. Secara etimologi pacar adalah nama pohon kecil atau inai yang daunnya biasa dipakai sebagai pewarna kuku dua pengantin yang tengah duduk bersanding bahagia.
Secara terminologi dalam persepsi sosial kata pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan cinta kasih, dan kata pacaran, berpacaran berarti bercintaan (cumbuan); berkasih-kasihan.
Kebanyakan, anak muda sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “berpacaran” terlebih dahulu. Alasannya sih ga afdhol kalau ga diawali dengan pacaran. Anggapan ini, kemudian melahirkan komitmen bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Kata orang awam, “Pacaran itu adalah jalan untuk cari jodoh”.
Anggapan seperti ini adalah anggapan yang benar di mata mereka yang akal dan imannya tertutup. Tapi salah dan keliru menurut kacamata tauhid dan iman.
Biasanya, orang yang pacaran itu melakukan hal-hal antara lain seperti; saling kirim sms macam-macam isinya, telpon-telponan hingga larut malam, bercanda ria via Hp, WA, FB, berdua-duaan, pandang memandang, saling berpegangan, sentuh-menyentuh, dan menjurus kepada perbuatan haram lainnya yang mendekati zina (hayati Qs. 17: 32).
Lebih ngeri lagi, seorang Muslim yang pacaran, saat menjalankan shalat, ketika takbiratul ihram, ingat si dia. Saat rukuk ingat si dia. Saat duduk antara dua sujud, ingat si dia. Saat sujud, juga ingat si dia. Bahkan, saat dia bangun malam (qiyamul lail) pun masih ingat si dia. Jadi, sepanjang shalatnya yang diingat adalah si dia, innalillahi. Begitu dahsyat pengaruh pacaran tanpa disadari.
Jadi, pacaran adalah hubungan haram yang tidak mendapat legalitas dan keridhaan dari syariat Islam. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun membenci pacaran. Sebab, bagaimana mungkin sebuah pernikahan akan mendapat keberkahan dari Allah, jika pernikahan itu dibangun dengan jalan yang tidak diridhai-Nya.
Orang-orang yang keras hatinya tentu akan membela diri dan berkata, “Ah, seperti gak tahu gak tahu anak muda saja. Masak pacaran dilarang! Trus, gimana mau dapat suami atau istri kalau pacaran gak boleh.”  Ini bukan masalah boleh ga boleh sist…, tapi sebagai muslimah kita harus cerdas akal adan imannya, jangan mau dijerat oleh iblis laknatullah.
Jika ngaku  muslimah, maka jangan menjadi muslimah munafik; satu sisi taat kepada Allah, tapi di lain sisi ‘taat’ pada ajakan iblis untuk pacaran! Jadilah muslimah yang takut kepada Allah, takut dalam arti sadar dan menyadari bahwa sebenarnya ajal itu selalu mengintai. Bayangkan jika seseorang yang sedang bercengkrama mesra dengan pacarnya, lalu Malaikat Izrail datang mencabut nyawanya… Apakah mati dalam keadaan pacaran disebut mati dalam keadaan yang baik (husnul khatimah)? Tentu saja, mati dalam keadaan memaksiati Allah adalah mati dalam keadaan yang buruk (suul khatimah), nauzubillah.
Jangan khawatir tak mendapatkan suami di dunia ini. Tapi jangan pula berani menghalalkan pacaran, sebab pacaran itu akan berkah jika dilakukan setelah menikah. Yakinlah dengan janji Allah dalam QS. 24/An Nur: 26. Lebih sadis lagi… Pacaran adalah bibit kemunafikan, kebohongan, menumpuk-numpuk dosa, bahkan kemusyrikan.
Karena itu, orang yg pacaran itu cenderung menampilkan sikap munafik. Mereka senantiasa menunjukkan hal-hal menarik, sempurna dan satria di depan sang pacar. Walau sebenarnya ada seabrek kekurangan, kedustaan, keburukan dan kebodohan pada pribadinya. Semua kebohongan itu mereka tutupi dengan rapi dan cantik. Baru setelah menikah mereka akan kecewa ternyata hal-hal menarik dulu saat pacaran tak ditemui lagi setelah menikah.
Perhatikan sabdar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini, “Mukmin itu adalah seorang yang lugu (tidak pandai melakukan keburukan) lagi mulia, sedang orang yang fajir (munafiq) adalah penipu (pandai melakukan kebejatan) yang rendah.” (HR. Ahmad).
Pacaran dalam Pandangan Islam
Islam mengakui rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya (QS. Ali Imran :14).
Konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya hal itu bukanlah sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku tidak pernah melihat dua orang yang saling mengasihi kecuali dalam pernikahan.” (HR. Ibnu Majah). Makna dari hadis ini adalah melabuhkan rasa cinta dan kasih kepada lawan jenis itu hanya halal ketika sudah menikah, diluar itu adalah haram.
Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan pasangan muda yang pacaran, sangat sulit untuk mengatakan jika pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab cinta sejati tidak berbentuk perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di tempat kuliah atau suatu kesempatan tertentu lalu saling telepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemu di suatu tempat. Tetapi cinta sejati itu memiliki, tanggung jawab, ikatan sah dan sebuah harga kesetiaan.
Pacaran juga bukanlah sebuah penjajagan atau perkenalan atas nama mencari jodoh. Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang 4 kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdabda, ”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.” (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)
Dampak Pacaran
Penderitaan dunia. Pertama, kekacauan pikiran, dan kelemahan konsentrasi. Margaret Smith, seorang dosen di Barat, telah membuat statement bahwa lebih dari 60% mahasiswi gugur dalam ujian disebabkan mereka dilanda pikiran cinta birahi dan seksual daripada memikirkan mata pelajaran, bahkan masa depannya. Demikian halnya dengan para pemuda. Argumentasi bahwa PACARAN dapat menjadi stimulan belajar sangat lemah, baik secara rasio dan angka-angka statistik, apalagi bagi yang ingin menjaga kesucian hati dan bashirah.
Kedua, pencemaran nama baik. Ini merupakan sebuah kecacatan sosial -kaitannya dengan pacaran-, khususnya para gadis, dimana para pemuda yang tak bermoral sering membual, bercerita -dengan detail- tentang teman gadis dan pacarnya, bahkan terkadang dikemas dalam kisah-kisah dusta. Banyak sekali kasus pencemaran nama baik gadis yang dilakukan oleh pacar sendiri, terlebih terhadap gadis-gadis ‘slengean’, ‘matre’, dan ‘gampangan’. Perhatikan sabda Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam,“Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang dapat diharapkan kebaikannya dan aman (tidak dikhawatirkan) keburukannya, sedang orang yang buruk di antara kalian (pencari dosa) adalah seorang yang kebaikannya tidak dapat diharapkan serta tidak aman keburukannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibaan dan At-Tirmidzi).
 Ketiga, kepedihan, kegelisahan, kekacauan mental, kebingungan, keputus-asaan dan gangguan kesehatan. Naluri jika tidak disalurkan dan dikalahkan, ia akan menjadi seperti api yang membakar si pemiliknya sebelum membakar orang lain. Kalau di Barat, penderitaan semacam ini bukan barang langka. Setiap hari kita dapat membaca di surat kabar; seorang gadis mengeluh, karena setiap saat ia selalu berpikir ingin bunuh diri karena naluri seksnya telah membakar dirinya, seperti peluru menembus dan mematikan tubuh. Sebab nafsu setan tidak akan pernah puas.
Keempat, kesulitan bertaubat dan sering mengutuk serta mengucapkan kata-kata syirik dan fasik. Seperti, “Wahai kasih, kaulah segalanya bagi hidupku”, “Tanpamu hidup ini rasanya sepi dan suram”, “Mengapa Tuhan tega membiarkanku begini”, serta ucapan-ucapan bodoh dan hilang akal lainnya.
Kelima, tindakan kriminal di kalangan kawula muda. Salah satu motif dari tersebarnya tindakan kriminal dan kejahatan adalah pergaulan bebas dan pacaran. Terutama hilangnya unsur rasa percaya diri baik dalam urusan agama dan dunia. Tak sedikit wanita yang hamil diluar nikah akibat pacaran. Lebih ngeri lagi, setelah si wanita hamil lalu sang pacara tak mau bertanggung jawab. Seperti kata pepatah, “sudah jatuh ditimpa tangga,” sudah sengsara dan dipermalukan, eh malah makin dipermalukan  karena hamil diluar nikah, nauzubillah.
Penderitaan Akhirat
Imam Ibnul-Qayim telah menuturkan bahaya cinta syahwat itu di dunia dan akhirat antara lain;
pertama, lalai dari dzikir, mengingat Allah Ta’ala, sebab asyik dengan cintanya kepada makhluk.
Kedua, hati si pemabuk cinta akan tersiksa.
Ketiga, hati si pemabuk cinta terperangkap ke dalam genggaman orang lain yang membawanya kepada kehinaan, namun ia tidak merasa karena kalau sudah terjerat. Hatinya seperi burung pipit di tangan anak kecil.
Keempat, lalai terhadap segala kemaslahatan agama dan dunianya.
Kelima, petaka cinta birahi di dunia dan akhirat itu lebih cepat dari api membakar kayu kering. Sebab jika hati sudah sangat kasmaran, maka ia jauh dari Allah Ta’ala, dan jika sudah jauh dari Allah, maka petaka telah menyongsongnya serta setan telah menguasainya dari berbagai arah.
Keenam, cinta birahi jika telah menguasai hati, lalu merusak akal sehat, dapat mendorong pemiliknya untuk berbuat buruk seperti orang-orang pendosa. Ketujuh, merusak panca indra, apakah secara moral atau organ. Moral itu mengikuti keberadaan hati. Jika hati baik, baik pula seluruh panca indra, demikian sebaliknya jika buruk, buruklah semua panca indra serta aktifitasnya.
Delapan, orang yang dimabuk cinta telah berlebihan dalam percintaan birahi, ia selalu mengingat kekasihnya, sering mengkhayal dan berlama-lama memikirkannya. Saat itu, kekuatan manusia menjadi rusak, kemudian perbuatan, sifat dan tujuan-tujuannya menjadi timpang.
Sembilan, menzalimi orang yang dicintai dengan mencemarkan nama baiknya, terlebih jika ia mengunakan sihir, magic, asihan syirik. Ia menundukkan wanita dengan menggunakan kekuatan setan demi memenuhi keinginan setan. Maka dapat dikatakan bahwa cinta birahi dapat membawa orang kepada kekafiran.Mereka yang yakin pada janji Allah, mengatakan lelaki yang baik (pasti) akan berjodoh dengan wanita yang baik. Wanita baik pun akan berjodoh dengan lelaki yang baik (shalih), begitu juga sebaliknya (hayati QS. 24: 26), tak pernah ada rasa khawatir dalam jiwanya.  Sadarilah, pacaran adalah salah satu bagian dari jerat-jerat setan untuk mengelabui seorang Mukmin agar terjerumus dalam jurang perzinahan. Pacaran hanya akan melahirkan kegelisahan demi kegelisahan di dunia dan jika tak segera bertaubat, maka pacaran juga akan memberi dampak penderitaan selamanya di akhirat kelak. Wallahu,alam