Pacaran..?? Nggak Deh..
|
Inilah
fenomena miris di akhir zaman; banyak wanita berjilbab tapi ‘demen’
pacaran. Pacaran, rupanya bukan hanya di’sukai’ wanita muda Islam yang tak
berjilbab, sebaliknya akhwat-akhwat bergelar jilbaber pun masih ada yang
menjalin hubungan tak halal itu.
Entah
apa yang menjadi alasan sehingga para akhwat masih ada yang pacaran. Apakah
mereka tidak tahu, dalam syariat Islam, pacaran hanya boleh dan bisa dilakukan
bagi mereka yang sudah menikah??
PACARAN
berasal dari kata pacar. Secara etimologi pacar adalah nama pohon kecil atau
inai yang daunnya biasa dipakai sebagai pewarna kuku dua pengantin yang tengah
duduk bersanding bahagia.
Secara
terminologi dalam persepsi sosial kata pacar adalah kekasih atau teman lawan
jenis yang tetap dan mempunyai hubungan cinta kasih, dan kata pacaran,
berpacaran berarti bercintaan (cumbuan); berkasih-kasihan.
Kebanyakan,
anak muda sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “berpacaran” terlebih
dahulu. Alasannya sih ga afdhol
kalau ga diawali dengan pacaran. Anggapan ini, kemudian melahirkan komitmen
bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu
yang lumrah dan wajar-wajar saja. Kata orang awam, “Pacaran itu adalah jalan
untuk cari jodoh”.
Anggapan
seperti ini adalah anggapan yang benar di mata mereka yang akal dan imannya
tertutup. Tapi salah dan keliru menurut kacamata tauhid dan iman.
Biasanya,
orang yang pacaran itu melakukan hal-hal antara lain seperti; saling kirim sms
macam-macam isinya, telpon-telponan hingga larut malam, bercanda ria via Hp,
WA, FB, berdua-duaan, pandang memandang, saling berpegangan, sentuh-menyentuh,
dan menjurus kepada perbuatan haram lainnya yang mendekati zina (hayati Qs. 17:
32).
Lebih
ngeri
lagi, seorang Muslim yang pacaran, saat menjalankan shalat, ketika takbiratul
ihram, ingat si dia. Saat rukuk ingat si dia. Saat duduk antara dua sujud,
ingat si dia. Saat sujud, juga ingat si dia. Bahkan, saat dia bangun malam
(qiyamul lail) pun masih ingat si dia. Jadi, sepanjang shalatnya yang diingat
adalah si dia, innalillahi.
Begitu dahsyat pengaruh pacaran tanpa disadari.
Jadi,
pacaran adalah hubungan
haram yang tidak mendapat legalitas dan keridhaan dari syariat
Islam. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun membenci pacaran. Sebab, bagaimana
mungkin sebuah pernikahan akan mendapat keberkahan dari Allah, jika pernikahan
itu dibangun dengan jalan yang tidak diridhai-Nya.
Orang-orang
yang keras hatinya tentu akan membela diri dan berkata, “Ah, seperti gak tahu
gak tahu anak muda saja. Masak pacaran dilarang! Trus, gimana mau dapat suami
atau istri kalau pacaran gak boleh.” Ini bukan masalah boleh
ga boleh sist…,
tapi sebagai muslimah kita harus cerdas akal adan imannya, jangan mau dijerat
oleh iblis laknatullah.
Jika
ngaku
muslimah, maka jangan menjadi muslimah munafik; satu sisi taat kepada
Allah, tapi di lain sisi ‘taat’ pada ajakan iblis untuk pacaran! Jadilah
muslimah yang takut kepada Allah, takut dalam arti sadar dan menyadari bahwa
sebenarnya ajal itu selalu mengintai. Bayangkan jika seseorang yang sedang
bercengkrama mesra dengan pacarnya, lalu Malaikat Izrail datang mencabut nyawanya…
Apakah mati dalam keadaan pacaran disebut mati dalam keadaan yang baik (husnul khatimah)?
Tentu saja, mati dalam keadaan memaksiati Allah adalah mati dalam keadaan yang
buruk (suul
khatimah), nauzubillah.
Jangan
khawatir tak mendapatkan suami di dunia ini. Tapi jangan pula berani
menghalalkan pacaran, sebab pacaran itu akan berkah jika dilakukan setelah
menikah. Yakinlah dengan janji Allah dalam QS. 24/An Nur: 26. Lebih sadis lagi…
Pacaran adalah bibit kemunafikan, kebohongan, menumpuk-numpuk dosa, bahkan
kemusyrikan.
Karena
itu, orang yg pacaran itu cenderung menampilkan sikap munafik. Mereka
senantiasa menunjukkan hal-hal menarik, sempurna dan satria di depan sang
pacar. Walau sebenarnya ada seabrek kekurangan, kedustaan, keburukan dan
kebodohan pada pribadinya. Semua kebohongan itu mereka tutupi dengan rapi dan
cantik. Baru setelah menikah mereka akan kecewa ternyata hal-hal menarik dulu
saat pacaran tak ditemui lagi setelah menikah.
Perhatikan
sabdar Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam ini, “Mukmin
itu adalah seorang yang lugu (tidak pandai melakukan keburukan) lagi mulia,
sedang orang yang fajir (munafiq) adalah penipu (pandai melakukan kebejatan)
yang rendah.” (HR. Ahmad).
Pacaran dalam
Pandangan Islam
Islam
mengakui rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa
cinta, maka hal itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa. Termasuk rasa
cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya (QS. Ali Imran :14).
Konsep
Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara
mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya hal
itu bukanlah sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Rasulullah
Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku
tidak pernah melihat dua orang yang saling mengasihi kecuali dalam pernikahan.”
(HR. Ibnu Majah). Makna dari hadis ini adalah melabuhkan rasa cinta
dan kasih kepada lawan jenis itu hanya halal ketika sudah menikah, diluar itu
adalah haram.
Pacaran Bukan Cinta
Melihat
kecenderungan pasangan muda yang pacaran, sangat sulit untuk mengatakan jika
pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab cinta
sejati tidak berbentuk perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di tempat
kuliah atau suatu kesempatan tertentu lalu saling telepon, tukar menukar SMS,
chatting dan diteruskan dengan janji bertemu di suatu tempat. Tetapi cinta
sejati itu memiliki, tanggung jawab, ikatan sah dan sebuah harga kesetiaan.
Pacaran
juga bukanlah sebuah penjajagan atau perkenalan atas nama mencari jodoh. Dalam
format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas
tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam tentang 4 kriteria yang terkenal itu.
Dari
Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam berdabda, ”Wanita
itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya
dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.”
(HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim
Kitabur-Radha` Bab Istihbabu
Nikah zatid-diin nomor 2661)
Dampak Pacaran
Penderitaan dunia. Pertama, kekacauan pikiran, dan
kelemahan konsentrasi. Margaret
Smith, seorang dosen di Barat, telah membuat statement bahwa lebih dari 60%
mahasiswi gugur dalam ujian disebabkan mereka dilanda pikiran cinta birahi dan
seksual daripada memikirkan mata pelajaran, bahkan masa depannya. Demikian
halnya dengan para pemuda. Argumentasi bahwa PACARAN dapat menjadi stimulan
belajar sangat lemah, baik secara rasio dan angka-angka statistik, apalagi bagi
yang ingin menjaga kesucian hati dan bashirah.
Kedua, pencemaran
nama baik.
Ini merupakan sebuah kecacatan sosial -kaitannya dengan pacaran-, khususnya
para gadis, dimana para pemuda yang tak bermoral sering membual, bercerita
-dengan detail- tentang teman gadis dan pacarnya, bahkan terkadang dikemas
dalam kisah-kisah dusta. Banyak sekali kasus pencemaran nama baik gadis yang
dilakukan oleh pacar sendiri, terlebih terhadap gadis-gadis ‘slengean’,
‘matre’, dan ‘gampangan’. Perhatikan sabda Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam,“Orang yang
paling baik di antara kalian adalah seorang yang dapat diharapkan kebaikannya
dan aman (tidak dikhawatirkan) keburukannya, sedang orang yang buruk di antara
kalian (pencari dosa) adalah seorang yang kebaikannya tidak dapat diharapkan
serta tidak aman keburukannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibaan dan
At-Tirmidzi).
Ketiga, kepedihan, kegelisahan,
kekacauan mental, kebingungan, keputus-asaan dan gangguan kesehatan. Naluri jika tidak
disalurkan dan dikalahkan, ia akan menjadi seperti api yang membakar si
pemiliknya sebelum membakar orang lain. Kalau di Barat, penderitaan semacam ini
bukan barang langka. Setiap hari kita dapat membaca di surat kabar; seorang
gadis mengeluh, karena setiap saat ia selalu berpikir ingin bunuh diri karena
naluri seksnya telah membakar dirinya, seperti peluru menembus dan mematikan
tubuh. Sebab nafsu setan tidak akan pernah puas.
Keempat, kesulitan
bertaubat dan sering mengutuk serta mengucapkan kata-kata syirik dan fasik. Seperti, “Wahai kasih,
kaulah segalanya bagi hidupku”, “Tanpamu hidup ini rasanya sepi dan suram”,
“Mengapa Tuhan tega membiarkanku begini”, serta ucapan-ucapan bodoh dan hilang
akal lainnya.
Kelima, tindakan
kriminal di kalangan kawula muda.
Salah satu motif dari tersebarnya tindakan kriminal dan kejahatan adalah
pergaulan bebas dan pacaran. Terutama hilangnya unsur rasa percaya diri baik
dalam urusan agama dan dunia. Tak sedikit wanita yang hamil diluar nikah akibat
pacaran. Lebih ngeri lagi, setelah si wanita hamil lalu sang pacara tak mau
bertanggung jawab. Seperti kata pepatah, “sudah jatuh ditimpa tangga,” sudah
sengsara dan dipermalukan, eh malah makin dipermalukan karena hamil
diluar nikah, nauzubillah.
Penderitaan Akhirat
Imam
Ibnul-Qayim telah menuturkan bahaya cinta syahwat itu di dunia dan akhirat
antara lain;
pertama,
lalai dari dzikir, mengingat Allah Ta’ala, sebab asyik dengan cintanya kepada
makhluk.
Kedua,
hati si pemabuk cinta akan tersiksa.
Ketiga,
hati si pemabuk cinta terperangkap ke dalam genggaman orang lain yang
membawanya kepada kehinaan, namun ia tidak merasa karena kalau sudah terjerat.
Hatinya seperi burung pipit di tangan anak kecil.
Keempat, lalai
terhadap segala kemaslahatan agama dan dunianya.
Kelima, petaka
cinta birahi di dunia dan akhirat itu lebih cepat dari api membakar kayu
kering. Sebab jika hati sudah sangat kasmaran, maka ia jauh dari Allah Ta’ala,
dan jika sudah jauh dari Allah, maka petaka telah menyongsongnya serta setan
telah menguasainya dari berbagai arah.
Keenam,
cinta birahi jika telah menguasai hati, lalu merusak akal sehat, dapat
mendorong pemiliknya untuk berbuat buruk seperti orang-orang pendosa. Ketujuh, merusak panca indra, apakah secara moral atau organ.
Moral itu mengikuti keberadaan hati. Jika hati baik, baik pula seluruh panca
indra, demikian sebaliknya jika buruk, buruklah semua panca indra serta
aktifitasnya.
Delapan, orang
yang dimabuk cinta telah berlebihan dalam percintaan birahi, ia selalu
mengingat kekasihnya, sering mengkhayal dan berlama-lama memikirkannya. Saat
itu, kekuatan manusia menjadi rusak, kemudian perbuatan, sifat dan
tujuan-tujuannya menjadi timpang.
Sembilan, menzalimi
orang yang dicintai dengan mencemarkan nama baiknya, terlebih jika ia
mengunakan sihir, magic, asihan syirik. Ia menundukkan wanita dengan
menggunakan kekuatan setan demi memenuhi keinginan setan. Maka dapat dikatakan
bahwa cinta birahi dapat membawa orang kepada kekafiran.Mereka yang yakin pada
janji Allah, mengatakan lelaki yang baik (pasti) akan berjodoh dengan wanita
yang baik. Wanita baik pun akan berjodoh dengan lelaki yang baik (shalih),
begitu juga sebaliknya (hayati QS. 24: 26), tak pernah ada rasa khawatir dalam
jiwanya. Sadarilah, pacaran adalah salah
satu bagian dari jerat-jerat setan untuk mengelabui seorang Mukmin agar
terjerumus dalam jurang perzinahan. Pacaran hanya akan melahirkan kegelisahan
demi kegelisahan di dunia dan jika tak segera bertaubat, maka pacaran juga akan
memberi dampak penderitaan selamanya di akhirat kelak. Wallahu,alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesantren Modern Daarul Muttaqien Tangerang Banten